Tag: kesehatan hewan

Kerusakan Paru-Paru Kucing Akibat Menghirup Asap

Kucing tidak sepandai manusia untuk mengenali udara yang dihirupnya tergolong sehat atau tidak. Ketika kucing terpapar asap, mereka akan menghirupnya. Hal ini berbahaya bagi kesehatan saluran pernapasan kucing bahkan dapat mengakibatkan kerusakan pada paru-paru.

Tingkat kerusakan paru-paru akibat menghirup asap menurut Pet MD bergantung pada tingkat dan durasi paparan asap. Bahan apa yang terbakar juga mempengaruhi tingkat kerusakan paru-paru.

Tidak hanya paru-paru, jaringan tubuh lain di dalam tubuh khususnya saluran pernapasan mungkin saja mengalami cedera. Setelah menghirup karbon monoksida yang terkandung di dalam asap, distribusi oksigen ke berbagai jaringan tubuh mengalami penurunan fungsinya.

Serupa dengan menghirup racun, asap yang masuk ke saluran pernapasan dapat mengiritasi. Partikel-partikel udara beracun menempel pada saluran udara dan kantung udara kecil di paru-paru.

Sehingga ketika kucing menghirup asap, cedera paru-paru serius terjadi dengan reaksi awal penyempitan pada paru-paru, pembengkakan saluran napas, dan produksi lendir akibat peradangan pada area trakea dan bronkial. Lendir tersebut akan terakumulasi membentuk cairan di dalam paru-paru. Setelah 2 sampai 3 hari pasca terpapar asap kucing akan menunjukkan tanda disfungsi paru-paru.

Gejala Kerusakan Paru-Paru Akibat Menghirup Asap

Kerusakan paru-paru sulit dideteksi, namun dengan mengetahui gejala-gejala berikut ini diharapkan dapat mempermudah para pemilik hewan untuk mengenali kondisi mengkhawatirkan pada kucing. Ketika kerusakan paru-paru terjadi kucing akan menunjukkan beberapa reaksi, meliputi:

  • Timbul bau berasap pada tubuh kucing
  • Terdapat jelaga atau debu-debu hitam di saluran pernapasan kucing seperti hidung atau tenggorokan
  • Menunjukkan tanda tidak normal ketika bernapas, menjadi lebih cepat dan lebih dalam menghirup udara.
  • Obstruksi jalur pernapasan bagian atas akibat pembengkakan
  • Tubuh kucing berusaha beradaptasi dengan kesulitan yang dihadapi ketika bernapas
  • Muncul selaput lendir berwana merah pucat atau sianotik biru
  • Mata memerah
  • Batuk serak
  • Kebingungan
  • Pingsan
  • Muntah
Diagnosa

Sebelum diagnosa dilakukan pertolongan pertama pada kucing yang terpapar asap adalah pemberian oksigen. Diharapkan dengan memberikan oksigen, karbon monoksida di dalam tubuh dapat segera tergantikan.

Diagnosa harus dilakukan oleh tenaga ahli. Dokter hewan akan mengawali diagnosa dengan memeriksa seluruh riwayat kesehatan kucing. Sertakan juga runtutan kejadian bagaimana kucing bisa menghirup asap.

Selanjutnya, diagnostik visual akan dilakukan dengan menggunakan sinar-X atau ultrasonografi untuk melihat kemungkinan terdapat penumpukan cairan pada paru-paru kucing. Jika ada, sampel cairan ini akan diambil melalui mulut atau saluran udara kucing.

Jika pemeriksaan telah selesai dilakukan dan ditemukan kerusakan pada jaringan saluran udara, dokter hewan akan meresepkan antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi.

Pengobatan

Pengobatan selanjutnya akan diawali dengan stabilisasi fungsi pernapasan dan pembentukan jalan napas. Namun, jika terdapat pembengkakan atau obstruksi saluran napas yang parah, intubasi atau operasi pembukaan trakea akan dilakukan.

Transfusi darah atau plasma mungkin diperlukan untuk menambahkan sel darah merah dan putih segar ke aliran darah. Dukungan nutrisi juga diperlukan untuk menjaga kondisi tubuh dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

Perawatan

Setelah diagnosa dan pengobatan dilakukan, langkah selanjutnya adalah perawatan. Selama 24 hingga 72 jam ke depan, dokter hewan akan memantau perkembangan saluran pernapasan kucing, warna selaput lendir, detak jantung dan kualitas denyut nadi, suara paru-paru.

Pemeriksaan sinar-X akan diulangi setelah 48 jam perawatan untuk memastikan kondisi kucing sembuh. Serta memastikan efek samping kerusakan jaringan paru-paru tidak terjadi.

Bukan Hanya Manusia, Kucing Juga Bisa Terserang Stroke

Stroke tidak hanya menyerang manusia, kucing juga bisa terserang stroke. Penting bagi para pemilik hewan untuk mengetahui bagaimana stroke pada kucing terjadi dan tanda-tanda yang menyertainya.

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat, 1 orang di AS mengalami stroke setiap 40 detik dan 1 dari 20 penderita stroke mengalami kematian. Sedangkan stroke pada kucing tidak terjadi sesering stroke pada manusia.

Stroke didefinisikan oleh The Dictionary of Veterinary Terms: Vet-speak Deciphered for the Non-Veterinarian sebagai gangguan pada aliran darah yang terjadi melalui pembuluh darah di otak dan menyebabkan kerusakan pada jaringan otak. Terdapat 2 kondisi yang paling sering menjadi penyebab kucing mengalami stroke, yaitu gumpalan pembuluh darah di otak dan pecah pembuluh darah di otak.

Gumpalan pembuluh darah di otak, terjadi di dalam pembuluh darah yang terkena gumpalan atau disebut dengan trombosis. Gumpalan pembuluh darah ini juga terjadi di bagian tubuh lain dan berpindah kemudian bersarang pada pembuluh (emboli). Kasus stroke seperti ini disebut sebagai stroke iskemik.

Pecahnya pembuluh darah di otak, disebut sebagai stroke hemoragik. Pendarahan yang disebabkan oleh pembuluh darah yang pecah menyebabkan darah tadi menekan dan merusak jaringan otak disekitarnya.

Tanda-Tanda Stroke pada Kucing

Apapun jenis stroke yang dialami oleh kucing, gejala atau tanda-tanda yang muncul ditentukan oleh seberapa banyak jaringan otak yang terserang, seberapa parah terpengaruh, dan pada bagian otak mana. Tanda-tanda kemungkinan kucing mengalami stroke meliputi:

  • Perubahan mental
  • Perasaan berputar
  • Terlihat lebih lemah
  • Menekan kepala akibat kemungkinan adanya rasa sakit di bagian kepala
  • Tidak menggunakan kaki dengan normal seperti hanya menggunakan kaki pada satu sisi tubuh saja
  • Tidak stabil ketika berjalan
  • Memiringkan kepala
  • Gerak mata tidak normal
  • Ukuran pupil kedua mata tidak sama
  • Kejang otot, termasuk kejang parah yang menyebabkan kepala, leher, dan bagian tubuh lain melengkung ke belakang.
  • Kejang-kejang
  • Koma atau tidak sadarkan diri
Penyebab Stroke pada Kucing

Sebuah penelitian kecil yang diterbitkan pada tahun 2011 menunjukkan bahwa rata-rat kucing mengalami stroke ketika berusia 9 tahun. Kucing yang terserang stroke biasanya mengalami beberapa masalah kesehatan, diantaranya yaitu kanker yang telah menyebar ke otak, penyakit jantung, tekanan darah tinggi, hipertiroidisme, penyakit ginjal, gumpalan darah, penyakit hati, diabetes, migrasi parasit, penyakit paru-paru, infeksi dan trauma.

Tetapi banyak diantara kasus stroke kucing yang tidak dapat diidentifikasi penyebabnya. Sehingga ketika tanda-tanda stroke terlihat segera bawa kucing kesayangan Anda ke dokter hewan terdekat untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan diketahui penyebabnya secara pasti.

Rabies Identik dengan Anjing, lalu Bagaimana Rabies pada Kucing?

Sebelum mengetahui bagaimana rabies pada kucing, perlu diketahui bahwa rabies merupakan penyakit yang timbul akibat penularan virus. Penularan virus rabies pada hewan, termasuk kucing sebagian besar dapat berakibat fatal.

Fatalnya penyakit rabies selalu menghantui para pemilik hewan. Namun, kini penularan virus rabies dapat dicegah dengan memberikan rangkaian vaksinasi rabies untuk kucing dan hewan peliharaan lainnya.

Cara kerja virus rabies yakni dengan menyerang sistem saraf pusat, kemudian menyebar melalui sistem saraf hingga mencapai otak. Hewan yang terinfeksi virus ini akan mengalami kelumpuhan, juga mengganggu sistem pernapasan dan berakhir dengan kematian.

Tidak hanya manusia dan kucing, rabies dapat menyerang mamalia manapun. Hewan yang menjadi inang dan menyebarkan virus rabies disebut sebagai reservoir. Beberapa hewan yang termasuk resevoir inang virus rabies meliputi sigung, musang, dan kelelawar. Sebenarnya, kucing relatif tahan dengan varian rabies anjing, tetapi kucing tidak tergolong sebagai spesies reservoir untuk virus ini.

Gejala Rabies pada Kucing

Gejala awal rabies akan muncul secara bertahan dan sulit untuk dikenali. Pada dua sampai empat hari di awal masa infeksi, kucing akan mengalami demam, energi berkurang, dan penurunan nafsu makan. Setelahnya gejala-gejala lain akan cenderung berkembang lebih cepat dan melumpuhkan kaki, kejang-kejang, mengalami kesulitan bernapas, hipersalivasi (terlalu banyak air liur karena kesulitan menelan), dan menunjukkan perilaku abnormal.

Rabies umumnya memiliki dua bentuk gejala, kelumpuhan dan menjadi ganas. Kucing yang terserang virus rabies kemungkinan akan menunjukkan salah satu, atau kedua gejala tersebut.

Jika fase ganas mulai berkembang, kucing menjadi agresif. Terkadang beberapa kucing akan menjadi lebih agresif disertai dengan delusi. Kucing rabies ini berhalusinasi dan menyerang sekelilingnya tanpa sebab pasti.

Selain fase ganas, fase paralitik juga dapat terjadi, dimana kucing mulai mengalami kelumpuhan di berbagai sistem otot tubuhnya. Seringkali, kelumpuhan mempengaruhi kemampuan menelan yang perlahan menghilang. Kondisi seperti ini disebabkan oleh hipersalivasi dan mulut berbusa.

Jika dibiarkan, kondisi tersebut dapat menyebabkan kelumpuhan dan kejang berkepanjangan, koma, hingga kematian. Sesegera mungkin membawa kucing rabies ke dokter hewan untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut ketika Anda mengenali gejalanya.

Penyebab Rabies pada Kucing

Gigitan hewan yang terinfeksi rabies menjadi penyebab paling umum mengapa kucing terinfeksi rabies, karena virus ini ditularkan melalui air liur. Sedikit kasus air liur atau jaringan tubuh lain dari hewan yang terinfeksi dapat menularkan virus melalui luka terbuka, selaput mata, hidung, atau mulut. Sehingga gigitan jadi penyebab utama penularan rabies pada kucing.

Pengobatan Rabies pada Kucing

Kabar buruknya, tidak ada pengobatan untuk rabies pada kucing, karena hampir 100% rabies berakibat fatal. Satu-satunya cara untuk melawan rabies kucing adalah memastikan kucing telah menerima vaksin rabies dan selalu memperbarui vaksin tersebut sesuai jadwal yang telah ditentukan oleh dokter hewan terkait. Vaksinasi virus rabies untuk kucing dapat Anda lakukan melalui layanan vaksin hewan ke rumah dengan menghubungi call center Pet Care.

Anemia pada Anjing, Kenali Penyebab, Gejala, dan Pengobatannya!

Anemia merupakan masalah klinis yang umum terjadi pada manusia, juga pada anjing peliharaan. Penyakit ini terjadi karena adanya penurunan sel darah merah. Dilansir melalui laman Pet MD, sel darah merah diproduksi melalui sumsum tulang untuk kemudian membawa oksigen ke seluruh jaringan di dalam tubuh.

Anjing menunjukkan tanda-tanda anemia dengan berbagai cara, tergantung pada penyebab, tingkat keparahan, dan lamanya penyakit. Ketika anemia memburuk, anjing akan menunjukkan tanda-tanda klinis syok dan gagal sistem kardiovaskular juga pernapasan.

Perlu diketahui bahwa anemia pada anjing dapat menjadi lebih parah dan mengancam jiwa. Segeralah cari perawatan dokter hewan terdekat ketika gejala ditemukan pada anjing peliharaan Anda.

Penyebab Anemia

Anemia pada anjing disebabkan kehilangan darah, penghancuran sel darah merah, dan penurunan produksi sel darah merah. Kehilangan darah terjadi akibat trauma, pembedahan, kanker berdarah, dan kondisi lain seperti ketika pembedahan dilaksanakan.

Penghancuran sel darah merah terjadi ketika sel darah merah normal dikeluarkan dari sistem dengan cara tidak tepat dan terlalu dini. Biasanya, sel darah merah bertahan sekitar 110 hingga 115 hari pada anjing dan dikeluarkan melalui limpa, hati, atau sumsum tulang ketika sudah tua.

Sedangkan penurunan produksi sel darah merah terjadi ketika sumsum tulang tidak menghasilkan cukup sel darah merah. Beberapa penyakit juga dapat menyebabkan penurunan produksi sel darah merah seperti penyakit radang kronis, ginjal kronis, hipotiroidisme, addison, gangguan imun, infeksi, kanker, dan efek samping dari pengobatan.

Gejala Anemia

Tanda-tanda klinis dari penyakit anemia pada anjing berbeda-beda berdasarkan penyebab, tingkat keparahan, dan lamanya penyakit diderita. Anjing dengan kondisi kronis mungkin samar-samar, atau tidak memiliki tanda klinis hingga anemia menjadi parah. Anjing-anjing ini dapat menyesuaikan diri dengan jumlah sel darah merah rendah dalam jangka waktu yang lama.

Sedangkan anjing dengan anemia akut dapat segera menunjukkan gejala sakit seperti, kelemahan, kelesuan, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan, selaput lendir pucat pada gusi, peningkatan detak jantung, peningkatan tingkat pernapasan, kesulitan bernafas, memar di sekujur tubuh, penyakit kuning, hingga munculnya darah dari hidung, mulut, atau sistem urogenital dan gastrointestinal.

Pengobatan Anemia

Tujuan utama pengobatan anemia adalah mengobati kondisi yang mendasarinya. Pengobatan anemia pada anjing juga disesuaikan dengan kronisitas dan tingkat keparahan penyakit. Beberapa metode pengobatan anemia yang umum dilakukan meliputi:

  • Pembedahan untuk menghilangkan massa yang berdarah atau memperbaiki luka traumatis
  • Terapi vitamin K untuk mengobati keracunan rodentisida
  • Obat antiparasit untuk mengobati parasit internal
  • Antibiotik untuk mengobati penyakit yang ditularkan melalui kutu atau agen infeksius lainnya
  • Steroid atau obat imunosupresi untuk mengobati penyakit autoimun
  • Produk penambah darah untuk menyediakan sel darah merah dan sel darah penting lainnya
  • Perawatan suportif dengan menggunakan cairan intravena

USG Hewan Peliharaan, Perlukah?

Ultrasonografi atau USG identik dengan mengecek kehamilan, entah itu pada manusia maupun hewan. Namun tahukah kalian bahwa USG berguna untuk pengecekan berbagai kondisi kesehatan hewan peliharaan.

Selain pengecekan kehamilan, USG digunakan untuk mendiagnosa atau mengevaluasi masalah yang berkaitan dengan organ internal hewan peliharaan. Spesialis perawatan hewan di Huntersville, North Carolina menggunakannya untuk mengidentifikasi penyumbatan, tumor, juga masalah lain pada struktur organ hewan peliharaan.

Teknologi diagnostik pada USG bekerja dengan cara mentransmisikan gelombang suara ke tubuh anjing atau kucing untuk menghasilkan gambar secara real-time dari area tubuh yang dituju.

USG Darurat dan Ekokardiogram

Umumnya para dokter hewan menggunakan teknologi diagnostik USG untuk USG darurat dan ekokardiogram. Teknologi ini sangat membantu para dokter untuk mendiagnosis masalah dengan cepat dan merencanakan pengobatan yang efektif.

Jika hewan peliharaan berada dalam kondisi darurat, ultrasound akan fokus ditujukan pada perut dan dada. Tindakan seperti ini dilakukan untuk mengidentifikasi apakah terjadi pendarahan internal serius atau pneumotoraks yakni kondisi dimana udara berkumpul disekitar paru-paru anjing atau kucing.

Ekokardiogram juga disebut sebagai ultrasonografi jantung, digunakan untuk menilai jantung dan struktur di sekitarnya, termasuk kantung perikardial dengan cermat. Hasilnya akan diketahui apakah jantung berfungsi dengan baik atau terjadi kerusakan pada jantung.

USG Sangat Diperlukan Jika Hewan Peliharaan Mengalami Kondisi-Kondisi Berikut
  • Timbulnya masalah jantung.
  • Hasil tes darah atau tes urine tidak normal.
  • Perlu identifikasi cedera dan penyakit pada jaringan lunak seperti mata, tendon, ligamen, viabilitas, atau kelenjar tiroid.
  • Kecelakaan, tertabrak mobil atau terserang oleh hewan lain.
  • Pembengkakan di area perut.
  • Nyeri ketika perut hewan peliharaan menerima sentuhan.
  • Terdapat benjolan di perut dekat organ ginjal dan hati.

Diagnosis dengan teknologi diagnostik ultrasound ini perlu dilakukan segera ketika kondisi-kondisi tersebut ditemukan pada hewan peliharaan untuk kemudian merencanakan pengobatan selanjutnya. Konsultasi dan pemeriksaan ultrasound pada hewan peliharaan dapat Anda lakukan dengan menghubungi layanan dokter hewan terdekat dari Pet Care melalui call center atau social media Pet Care.

Pemprov DKI: Pemilik Hewan Harus Vaksin Peliharaan Tepat Waktu Sesuai Jadwal

Sebagai pemilik hewan penting untuk melakukan rangkaian vaksin untuk peliharaan mereka tepat waktu sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Tidak hanya melindungi kesehatan hewan peliharaan dari berbagai penyakit berbaya, vaksin juga dapat mencegah penularan virus dari hewan ke manusia.

Dilansir dari Antara News, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Perikanan (KPKP) DKI Jakarta mengimbau kepada warga untuk melakukan vaksinasi terhadap hewan peliharaan miliknya sesuai jadwal.

“Jadi kita mengimbau jangan hanya ingin memelihara saja, namun juga bertanggung jawab selaku pemilik hewan harus tepat memberikan jadwal vaksinasi atau pengobatan,” kata Kepala Dinas KPKP DKI Jakarta Suharini Eliawati pada Konferensi Kesejahteraan Hewan Indonesia (14/12/2022).

Kepala Dinas KPKP DKI Jakarta menambahkan, penting bagi para pemilik hewan untuk mengetahui jadwal vaksin hewan peliharaan mereka seperti kucing, anjing, dan hewan peliharaan lainnya berdasarkan usia.

Pentingnya Vaksin Hewan Peliharaan Tepat Waktu

Asosiasi Dokter Hewan Amerika mengungkap alasan betapa pentingnya melakukan vaksinasi hewan peliharaan.

  • Mencegah banyak penyakit hewan peliharaan.
  • Membantu menghindari biaya pengobatan mahal karena serangan penyakit parah dapat dicegah.
  • Mencegah penularan penyakit antara hewan dan antara hewan ke manusia.
  • Dengan vaksin, penyakit yang lazim menyerang satwa liar seperti rabies dan distemper dapat dihindari.
  • Mematuhi peraturan pemerintah, karena dibeberapa daerah vaksin diwajibkan untuk diberikan pada hewan peliharaan.

Vaksinasi efektif untuk mencegah penyakit atau mengurangi gejala klinis yang parah. Sehingga, penting bagi pemilik hewan untuk mengikuti jadwal vaksinasi hewan peliharaan yang sudah disarankan oleh dokter hewan tepat waktu.

Vaksinasi terhadap penyakit menular dan mematikan seperti rabies, canine parvovirus, canine distemper, canine bordetella, feline leukemia, feline panleukopenia, dan penyakit serius lainnya penting untuk melindungi kesehatan hewan peliharaan. Jenis vaksinasi dan frekuensi inokulasi dapat bervariasi berdasarkan usia dan kondisi medis hewan peliharaan.

Silakan diskusikan rencana vaksinasi sesuai dengan rekomendasi dokter hewan setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Layanan vaksinasi dapat Anda peroleh melalui layanan vaksin hewan dari Pet Care dengan menghubungi call center Pet Care.

Bahaya Mewarnai Bulu Hewan Peliharaan Menurut Dokter

Tampilan hewan peliharaan dengan bulu warna-warni memang terlihat lucu dan menggemaskan. Namun, tahukah kamu jika mewarnai bulu hewan peliharaan dapat membahayakan kesehatan mereka?

Dokter hewan dan ahli toksikologi, Justine A. Lee mengatakan bahwa produk pewarna bulu mengandung bahan kimia yang dapat membahayakan kesehatan hewan. Penggunaan pewarna bulu dapat mengganggu metabolisme hati karena tidak mampu mengurai obat dan bahan kimia tertentu dengan baik.

Metabolisme hati hewan peliharaan seperti kucing tergolong unik. Produk rumah tangga deterjen pakaian saja dapat memberikan efek korosif dan beracun bagi kucing. Wag Walking juga mengungkap pewarna bulu juga dapat menyebabkan iritasi kulit yang menyebabkan rasa gatal dan sensasi terbakar pada kulit.

Beberapa pemilik hewan tetap menginginkan untuk mewarnai bulu hewan peliharaan, agar terlihat lucu dan menggemaskan. Dokter Justine menyarankan untuk menggunakan pewarna yang aman jika tetap ingin mewarnai bulu hewan peliharaan.

“Produk apa pun yang Anda gunakan pada kucing, pastikan produk tersebut bebas gula dan tidak mengandung xylitol,” kata Justine dilansir melalui Pet Health Network.

Dokter Justine menambahkan, produk pewarna bulu alami juga tidak selalu aman dipergunakan untuk hewan peliharaan. Seperti bahan alami minyak esensial, bahan ini dapat menyebabkan kesulitan bernapas, luka bakar korosif, hingga gagal fungsi hati.

Sebuah studi dokter hewan menemukan bahwa anjing yang menelan pewarna rambut alami berbahan pacar mengalami keracunan parah hingga anemia yang berakibat kematian. Sehingga, bahan alami sekalipun bukan berarti aman untuk digunakan sebagai pewarna bulu hewan peliharaan.

Waspada Reaksi Pewarna Bulu Hewan

Jika Anda ingin mewarnai bulu hewan peliharaan, konsultasikanlah terlebih dahulu dengan dokter hewan. Konsultasi seperti ini dapat dilakukan melalui layanan dokter hewan terdekat dari Pet Care dengan menghubungi call center Pet Care. Kemudian pantau selalu kemunculan gejala-gejala klinis dari reaksi pewarna bulu, seperti:

  • Mulut berbusa
  • Mengiler berlebihan
  • Tidak nafsu makan
  • Lesu
  • Kemerahan pada kulit
  • Gatal-gatal
  • Muntah
  • Diare
  • Sulit bernapas

Pertolongan pertama ketika Anda menemukan tanda-tanda tersebut adalah segera bersihkan sisa-sisa pewarna bulu yang masih menempel. Jika gejala tidak kunjung membaik, segera hubungi dokter hewan terdekat untuk memperoleh pertolongan lebih lanjut.

7 Penyakit Anjing Tua Yang Perlu Diwaspadai

Pertambahan usia kadangkala memberikan perubahan pada anjing kesayangan yang kita pelihara. Mulai dari perubahan perilaku, suasana hati, hingga kesehatan. Perubahan kesehatan sering dialami oleh anjing yang telah berusia lanjut. Seekor anjing digolongkan sebagai anjing tua ketika telah menginjak usia 7 tahun.

Umumnya, anjing dengan ras besar cenderung memiliki usia lebih pendek jika dibandingkan dengan anjing dengan ras kecil. Tetapi panjangnya usia anjing turut dipengaruhi oleh berbagai faktor lain yang berkaitan dengan kesehatan. Sehingga dokter hewan sangat menyarankan para pemilik anjing yang telah berusia lanjut untuk memeriksakan kesehatan anjing mereka, minimal 2 kali dalam setahun.

Layanan dokter hewan terdekat dari Pet-Care dapat membantu Anda untuk melakukan pemeriksaan kesehatan anjing berusia lanjut. Cukup dengan menghubungi Call Center Pet-Care, Anda dapat terhubung dengan dokter hewan terdekat tanpa perlu keluar rumah. Selain itu, Anda juga tidak perlu khawatir karena dokter hewan Pet-Care telah bersertifikat dan berpengalaman.

Perlu diwaspadai oleh para pemilik hewan, berikut ini adalah 7 penyakit yang dapat menyerang kesehatan anjing tua dilansir dari laman Pet MD.

1. Radang Sendi

Arthritis atau radang sendi terjadi akibat adanya kerusakan pada tulang rawan yang bertindak sebagai penyangga diantara persendian. Radang sendi dapat menyebabkan pembengkakan, kekakuan, dan nyeri di sekitar area radang. Gejala yang timbul akibat radang sendi adalah pincang atau perubahan cara berjalan dan kesulitan ketika bergerak, berdiri, atau berjalan. Anjing dengan radang sendi biasanya akan menunjukkan perilaku menjilati atau menggigit-gigit area sendi yang sakit, serta bersifat lebih mudah marah dan agresif.

2. Radang Gusi

Gingivitis atau radang gusi biasanya merupakan awal dari penyakit gusi. Peradangan gusi terjadi akibat bakteri pada mulut yang berubah menjadi plak atau karang gigi. Jika dibiarkan, plak yang menyebar di area gusi lama kelamaan akan menimbulkan pembengkakan. Kemudian, pembengkakan yang dibiarkan saja tanpa penanganan lebih lanjut dapat menyebabkan gusi terlepas, infeksi, hingga gigi keropos. Gejala yang timbul ketika anjing mengalami radang gusi adalah gusi berdarah, lunak, merah, dan juga bengkak. Radang gusi perlu diwaspadai karena dapat menyebarkan infeksi pada aliran darah dan menjadi penyebab kerusakan serius pada organ tubuh anjing.

3. Diabetes

Diabetes terjadi akibat produksi dan fungsi insulin yang abnormal. Seringkali diabetes dialami pada anjing ketika berusia 8 atau 9 tahun. Ras anjing yang rentan terkena diabetes adalah Samoyed, Cairn Terrier, Pugs, Toys Poodles, dan Miniature Schnauzers. Gejala yang dapat dikenali pada anjing dengan diabetes adalah sering harus, intensitas buang air meningkat, penurunan berat badan, kelelahan, mudah marah, infeksi berulang, pengliharan kabur, serta luka dan memar yang sulit sembuh.

4. Kebutaan

Kebutaan pada anjing tidak terjadi secara langsung, tetapi penurunan kualitas penglihatan yang berangsur memburuk dari waktu ke waktu. Tanda awal dari kebutaan biasanya adalah katarak. Anjing yang mengalami kebutaan dapat dikenali melalui perubahan perilaku seperti sering menabrak benda, sering terjatuh, pupil mata melebar, mata merah, dan iritasi.

5. Penyakit Ginjal

Banyak hal yang mengakibatkan ginjal gagal melakukan tugasnya (gagal ginjal). Salah satunya adalah batu ginjal yang menyumbat saluran kemih. Anjing dengan gejala batu ginjal biasanya akan minum lebih banyak air, buang air kecil lebih banyak, menunjukkan sikap apatis, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, muntah, perubahan warna lidah, hingga terciumnya bau amonia pada hembusan napas anjing.

6. Kanker

Kanker menjadi salah satu penyakit yang paling umum terjadi pada anjing tua. Selain itu, kanker juga menjadi penyebab utama kematian pada anjing. Tes darah sulit untuk mendeteksi kanker pada anjing, sehingga perlu diamati adakah benjolan-benjolan tertentu pada tubuh anjing, perubahan berat badan, luka yang sulit sembuh, sering terengah-engah, kesulitan makan, atau kelelahan ekstrim. Tanda lain yang perlu diwaspadai yaitu diare, sembelit, dan munculnya darah atau lendir pada feses. Pengobatan kanker pada anjing akan berhasil jika ditangani sedini mungkin.

7. Demensia

Demensia merupakan kondisi medis yang mengakibatkan penderitanya kehilangan ingatan, mengalami perubahan kepribadian, merasa kebingungan dan disorientasi. Gejala demensia pada anjing dapat dikenali ketika anjing melupakan mainan yang telah dikenanya sekian lama. Anjing tua dengan demensia juga mungkin akan melupakan beberapa permainan yang biasa dimainkan dengan pemiliknya, melupakan nama mereka, lebih sering melamun dan melakukan kegiatan berulang seperti mondar-mandir atau berjalan berputar-putar.

Reverse Sneezing atau Bersin Terbalik pada Anjing dan Kucing, Apakah Normal?

Reverse sneezing atau bersin terbalik adalah suatu kondisi yang tidak biasa pada anjing dan kucing ketika bersin. Kondisi bersin terbalik lebih sering dialami oleh anjing daripada kucing. Pada kondisi normal, anjing atau kucing yang bersin akan mengeluarkan bersin tersebut tetapi pada kondisi reverse sneezing bersin tidak dikeluarkan melainkan dihirup.

Dokter Hewan Krista Williams dari VCA Animal Hospitals mengatakan bahwa reverse sneezing merupakan kondisi yang berkaitan dengan respirasi paroksismal. Umumnya dikenal sebagai kondisi bersin terbalik. “Pada kondisi ini, anjing menghirup udara melalui hidung dengan cepat. Berbeda dengan bersin biasa yang mendorong udara keluar melalui hidung dengan cepat,” Kata Dokter Krista.

Melalui laman media sosial Tiktok, Dokter ArRan mengedukasi audiensnya tentang reverse sneezing pada anjing maupun kucing. Menurutnya, kondisi ini terjadi karena adanya iritan atau gangguan pada hidung, sinus, atau pangkal tenggorokan yang merangsang terjadinya bersin terbalik. Kondisi ini juga biasanya dipicu oleh adanya mites atau tungau, debu, rumput, maupun bulu anjing atau kucing itu sendiri pada bagian-bagian tersebut. 

Pet MD mengungkap kemungkinan lain yang menyebabkan iritasi yang memicu terjadinya bersin terbalik pada anjing maupun kucing. Diantaranya yaitu alergi, produk rumah tangga (pengharum, pembersih, atau penyegar udara), terdapat benda asing di tenggorokan, juga makanan atau minuman yang dikonsumsi.

Konsultasi mengenai kondisi bersin terbalik pada anjing atau kucing kesayangan dapat dilakukan melalui layanan dokter hewan terdekat dari Pet-Care dengan menghubungi Call Center Pet-Care.

Normalkah Anjing atau Kucing Mengalami Reverse Sneezing?

Sebenarnya, reverse sneezing atau bersin terbalik adalah hal normal dan tidak berbahaya bagi anjing atau kucing. Tetapi jika terjadi secara terus-menerus, kondisi ini dapat mengiritasi saluran hidung, sinus, atau pangkal tenggorokan. 

Jika anjing atau kucing kesayangan Anda mengalami bersin terbalik dalam jangka waktu yang lama dan terjadi secara terus-menerus. Sebaiknya hubungi dokter hewan terdekat untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Dokter hewan akan memberikan anti inflamasi, anti radang, atau anti histamin untuk mengurangi gejala-gejala dari bersin terbalik pada anjing atau kucing.

Konsultasi pemberian obat-obatan ini dapat dilakukan melalui layanan dokter hewan terdekat dari Pet-Care tanpa perlu keluar rumah. Cukup menghubungi Call Center Pet-Care, layanan dokter hewan langsung ke rumah atau lokasi Anda.

Penanganan Mandiri Reverse Sneezing oleh Pemilik Hewan

Sebelum membawa anjing atau kucing ke dokter hewan, pemilik hewan peliharaan juga dapat mengaplikasikan penanganan mandiri berikut ini untuk mengurangi kebiasaan bersin terbalik pada anjing maupun kucing. 

  1. Menengadahkan kepala anjing atau kucing ke arah atas
  2. Tenangkan anjing atau kucing dengan mengusap-usap bagian leher anjing atau kucing saat kepalanya sedang ditengadahkan
  3. Menutup salah satu lobang hidung anjing atau kucing yang sedang mengalami reverse sneezing, namun hal ini opsional jadi dapat dilakukan dan juga tidak.

Selain cara-cara tersebut, pemilik hewan juga perlu memastikan kebersihan lingkungan tempat tinggal anjing dan kucing. Serta menjauhkan hewan peliharaan dari benda-benda atau hal yang memicu terjadinya bersin terbalik pada anjing maupun kucing.

Namun, jika penanganan mandiri tidak kunjung membawa kesembuhan bagi kucing maupun anjing. Segera hubungi dokter hewan terdekat untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut seperti rontgen dada atau rinoskopi dari tenaga ahli. Anda dapat menggunakan layanan dokter hewan terdekat dari Pet-Care untuk berkonsultasi terkait hal ini. Konsultasi dapat dilakukan dengan menghubungi Call Center Pet-Care, tanpa perlu keluar rumah. 

HIV AIDS pada Kucing, Vaksinnya Belum Tersedia di Indonesia! Cegah dengan Steril

Feline immunodeficiency virus atau FIV merupakan infeksi virus pada kucing yang kerap disebut sebagai HIV atau AIDS pada kucing. Hal ini karena virus FIV dan HIV sama-sama menyerang sistem imun, FIV menyerang sistem imun kucing dan HIV menyerang sistem imun manusia.

Melansir laman Pets Web MD, virus ini pertama kali ditemukan pada kucing Amerika Serikat. Hal yang mengejutkan adalah kucing yang positif terinfeksi virus FIV sulit dideteksi karena dapat hidup selama bertahun-tahun tanpa menunjukkan gejala.

Virus FIV bekerja dengan cara merusak sel-sel dalam sistem kekebalan tubuh kucing, terutama sel darah putih. Kerusakan yang dilakukan oleh virus FIV secara terus-menerus dapat berakibat pada melemahnya sistem kekebalan tubuh kucing. Sehingga, tubuh kucing lebih rentan terhadap infeksi penyakit sekunder.

Bagi Anda yang memerlukan bantuan tenaga medis terutama dokter hewan dapat hubungi kami, melalui Call Center Pet-Care. Tidak perlu repot keluar rumah, kami menyediakan layanan dokter hewan terdekat dan menghadirkan pelayanan dokter hewan langsung ke lokasi Anda.

Virus FIV Masih Satu Keluarga dengan Virus HIV

Maulana Ar Raniri Putra, seorang dokter hewan yang kerap disapa Dokter ArRan memberikan edukasi seputar virus FIV pada kucing melalui laman media sosial Tiktok miliknya. FIV (Feline Immunodeficiency Virus) adalah virus pada kucing yang memiliki kekeluargaan dekat dengan virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) pada manusia.

Virus FIV masih tergolong dalam genus dengan HIV-1 dan HIV-2. Kedekatan kedua virus ini mengakibatkan adanya persamaan gejala yaitu penurunan sistem imun, sama halnya dengan manusia yang terinfeksi HIV. 

Namun penularan FIV dan HIV tidak sama. Seperti yang kita ketahui, penularan HIV pada manusia salah satunya disebabkan oleh hubungan seksual. Sedangkan FIV pada kucing, penularan utamanya melalui gigitan yang dalam. Oleh sebab itu, virus FIV ini seringkali ditemukan pada stray cat yang sering berkelahi.

Gejala Virus FIV pada Kucing

Dokter ArRan juga memaparkan gejala dari virus FIV pada kucing yang terbagi menjadi 3 fase. 

Fase pertama yang disebut sebagai fase akut. Pada fase ini, kucing baru saja terinfeksi oleg virus FIV. Umumnya kucing akan memunculkan beberapa gejala klinis seperti demam, lesu, anoreksia (kehilangan nafsu makan), dan pembengkakan kelenjar pertahanan. Segera hubungi dokter hewan terdekat bila Anda mendapati gejala-gejala tersebut.

Fase kedua, disebut sebagai fase asymtopmatis. Pada fase ini, kucing yang terifeksi virus tidak menunjukkan gejala klinis dan terlihat sehat layaknya kucing normal. Namun fase ini akan berlangsung dalam kurun waktu yang lama. 

Fase ketiga yaitu fase Feline AIDS atau AIDS pada kucing. Pada fase ini, tubuh kucing menjadi sangat rentan terhadap infeksi sekunder. Pada fase ini juga, kucing akan menunjukkan beberapa gejala seperti flu yang tidak kunjung membaik dan infeksi pada gusi, lidah, atau langit-langit mulutnya. Selain itu, beberapa kucing juga menjadi sangat sensitif terhadap infeksi parasit darah (toksoplasma).

Pencegahan Virus FIV

Sebelumnya telah disebutkan bahwa penularan virus FIV terjadi melalui luka gigitan. Maka, pencegahan dapat dilakukan dengan mengawasi kucing agar tidak berkelahi dengan kucing lainnya.

Namun perlu diketahui bahwa salah satu faktor kucing berkelahi, terutama kucing jantan adalah memperebutkan kucing betina. Oleh karena itu, tindakan sterilisasi atau mengebiri kucing dapat dilakukan untuk mencegah penularan virus FIV.

Hingga saat ini, steril menjadi salah satu pencegahan virus FIV pada kucing paling efektif. Hal ini karena vaksinasi untuk virus FIV belum beredar di Indonesia.